Menyimpan luka, bertarung sunyi, lalu memeluk senyap.
3 Puisi Rudy Aliruda tentang Puisi

Menatap Puisi
kita bertatapan, puisi
saling memeram percakapan
aku memaksa membaca teka-teki takdir kita
kau terpaksa mengutus kemungkinan jawaban
kau menatapku
punggung yang remuk menggusur lumut umur
batang rambut yang tekun menulis ingatan
sekuat doa-doa patah hati
secemas surat-surat tak berbalas
semurung kematian burung-burung
segalanya bertahan menuju tak jadi abadi
pada jantung waktu mana kita bakal sama-sama
kembali berdegup
pada bilah malam mana kita bakal kembali
saling membaca
penawar rindu hanya mantra rindu itu sendiri
kelak di ujung garis takdir paling akhir
sempurna kita sebagai sepasang pulang yang kadung
saling bertukar bahasa
memutuskan judul pada tiap nyawa percakapan yang
telah terlanjur hidup
menatap dalam-dalam mata kata batin kita sendiri
2022
Peperangan
apa yang kau lakukan segera
ketika hari terbit gelap
puisi-puisimu telah habis ditulis
ketika seekor kucing bunting tak lagi
menggugah kata-kata indah
pohon-pohon berhenti bercerita
kekasihmu tak bisa merindu
tinggal kau sendiri dengan sebilah
nama, tajam dan tumpul bersamaan,
nama lain dari namamu
2021
Jumat, Setengah Wajah Langit
dari titik paling dingin matahari, langit menyampaikan
salam paling jumat, sisa ledakan ingatan
serbuk hujan tertahan di awan-awan
sajak-sajak tertawan dalam gumpal benak
tanpa judul tanpa curiga titimangsa
abadi sebagai yang tak abadi
“kita tidak harus selalu saling menulis nama,
sekali waktu hanya perlu setengah mati
memaksakan bertemu”
tidurkan kata-kata, bisik-pejamkan suaramu
biarkan lembar napas berlepasan
berkejaran lambat dari desau ke desau
kita, seketika cukup bertukar debar dalam dekap
seharian, hingga malam lumat
kembali ke lain jumat
2016
Leave a Comment